- / / : 081284826829

Menuju Pemerintahan yang Baik

Menuju Pemerintahan yang Baik
Oleh ARDA DINATA

H.Obar Sobarna, S.Ip., mengakui masih banyak yang harus dilakukan oleh Pemda Kab.Bandung untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Harapan dan kecemasan aparat pemerintah dan masyarakat yang menyertai kemajuan pembangunan merupakan masukan untuk merencanakan dan mengendalikan perubahan
(Pikiran Rakyat, 22/04/2001).

Berbicara masalah perubahan, Jakob Sumardjo mengatakan, sebuah bangsa hidup terus karena adanya kesinambungan nilai-nilai dan perubahan nilai-nilai. Kesinambungan nilai-nilai hanya dapat didapatkan dalam sejarah bangsa itu (dalam konteks ini, ya sejarah kabupaten tersebut-Penulis). Juga perubahan-perubahan yang dikehendaki sekarang ini, hanya dapat dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang ada sekarang yang bersejarah tersebut.



Adanya keinginan merubah sesuatu, tentunya kita tidak dapat melakukannya secara ahistroris. Tegasnya, perubahan harus memperhitungkan dasar historis dari komponen yang akan kita rubah. Dalam hal ini, Jakob Sumardjo mengilustrasikan, ide secemerlang apa pun yang dapat diperoleh dari filsuf kaliber jagad, kalau tidak memperhitungkan konteks yang historis, akan mengalami kegagalan akibat konflik.

Lagi pula, pemikiran ideal semacam itu juga muncul dari kondisi historis asal filsuf. Saat ini Kab. Bandung membutuhkan pemikir-pemikirnya sendiri yang berakar dari konteks Kab. Bandung yang unikum ini. Namun tidaklah masalah, apakah ia dapat meminjam dari pemikir-pemikir daerah dan kota lain atupun bangsa lain. Yang jelas, tetap dituntut adanya penyesuaian dengan konteks historis Kab. Bandung.

Pada dasar pemikiran itulah, setidaknya yang harus menjadi pijakan Pemda dan warga Kab. Bandung dalam membangun daerah sebagai tempat tinggalnya. Untuk itu, patut kita sambut baik ajakan Bupati Bandung dalam sambutannya di rapat Paripurna Khusus Kab. Bandung untuk memperingati HUT ke-360 Kab. Bandung (21/04/2001). Yaitu Bupati mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut menyukseskannya dengan mendukung upaya ke arah terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, karena hal itu merupakan hal yang penting.

Pertanyaannya, langkah apa yang dilakukan untuk terciptanya pemerintahan yang baik (baca: bersih dan berwibawa) tersebut? Selanjutnya, sikap politik yang bagaimana yang bisa dilakukan para pejabat untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa itu.

Tabu politik

Cita-cita mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa itu, kelihatannya sesuatu yang muluk dan mustahil, bila kita lihat kondisi masyarakat saat ini. Walau demikian, bukan berarti kita tidak mungkin mencapainya. Yang jelas, sepanjang setiap insan (Pemda dan rakyat) Kab. Bandung berniat dengan sungguh-sungguh yang disertai dengan usaha dan doa kepada-Nya, Insya Allah akan terlaksana dan tidak ada satu mahluk pun yang mampu menghalanginya, kalau Allah telah berkehendak.

Berbicara bagaimana peran serta para pejabat dan abdi negara melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam kontribusinya mewujudkan pemerintahan bersih dan berwibawa, maka ada beberapa tabu politik yang mesti dijaganya. Dalam hal ini, menyikapi perubahan jaman dan penjewantahan dari masa-masa transisi ini, Prof. Dr. Suhardiman SE, mengungkapkan ada lima tabu politik yang harus dijaga oleh para pejabat dan abdi negara. Yaitu jangan sakiti rakyat; jangan membuat jurang pemisah antara rakyat dan pemimpin; jangan padamkan aspirasi politik rakyat; mampu memberi contoh dan suri tauladan kepada rakyat; serta jangan bersikap tertutup kepada rakyat.

Kalau kita kaji satu persatu, maka paling tidak didapat gambaran seperti berikut: Pertama, jangan sakiti rakyat. Point ini hendaknya perlu dicamkan betul oleh abdi negara, bahwasannya secara hakiki dan manusiawi setiap orang itu tidak ingin disakiti. Lebih-lebih rakyat Indonesia lebih dari 32 tahun telah merasakan bagaimana rakyat dikelabui sehingga menderita oleh rezim yang begitu diktator. Untuk itu, masa reformasi ini merupakan saat yang tepat untuk membangun citra abdi negara yang cinta rakyat dan berfungsi sebagai pelindung masyarakat.

Kedua, jangan membuat jurang pemisah antara rakyat dan pemimpin. Masalah yang satu ini, kelihatannya belum diterapkan benar oleh pemerintahan sekarang, Hal ini dibuktikan dengan kenaikan gaji dikalangan para pejabat tinggi beberapa waktu lalu. Pada Kab. Bandung sendiri, berdasarkan kabar terbaru bahwa anggota dewan telah menyetujui pembelian kendaraan dinas bagi pejabat-pejabat baru. Sedangkan di bagian lain, kita tahu kondisi rakyat masih diselimuti keterpurukan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Ini tentunya, sangat ironis dan tragis. Pasalnya, bagaimana seorang pejabat akan peka terhadap rakyatnya, sedangkan dia sendiri jauh dari rasa empati kepada penderitaan rakyatnya.

Ketiga, jangan padamkan aspirasi politik rakyat. Berkait dengan ini, kelihatannya sampai saat ini aspirasi politik rakyat belum “ditangkap” dengan baik oleh para wakil rakyat. Buktinya masih banyak aspirasi dari rakyat kebanyakan belum teradopsi oleh para wakil rakyat dan mengesankan masih sebagai wakil golongan atau partainya.

Keempat, mampu memberikan contoh dan suri tauladan (yang baik) kepada rakyat. Peribahasa lama mengatakan, “guru kencing berdiri, murid kencing berlari.” Dalam konteks ini, artinya bahwa seandainya kalangan pemerintah dan pejabat masih senang melakukan penyimpangan dan pelanggaran hukum, maka jangan sesalkan kalau banyak masyarakat yang melakukan perbuatan serupa atau barang kali lebih hebat lagi. Dan kondisi ini tentunya tidak kita harapkan.

Kelima, jangan bersikap tertutup kepada rakyat. Jika pemerintah masih melakukan sikap tertutup tidak sejalan dengan tema utama dalam reformasi dewasa ini dan tidak mendukung terciptanya good governance.

Pemerintahan yang baik

Konsepsi dalam pembentukan good governance (pemerintahan yang baik) terdiri dari unsur akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), keterbukaan (openness), dan aturan hukum (rule of law). (Bhatta; 1996: 2).

Pertama, akuntabilitas. Memiliki arti kewajiban bagi pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijaksanaan yang diterapkannya. Akuntabilitas inilah merupakan inti dari pemerintahan yang baik.

Kedua, transparansi. Pemerintahan yang baik, tentunya akan bersifat transparan terhadap rakyatnya. Baik di tingkat pusat maupun daerah. Setiap masyarakat secara pribadi-pribadi dapat mengetahui secara jelas dan tanpa ada yang ditutup-tutupi tentang proses perumusan kebijaksanaan publik yang diambil serta tindakan implementasinya di masyarakat. Dalam arti lain, segala tindak tanduk maupun kebijaksanaan pemerintah harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.

Ketiga, keterbukaan. Arti keterbukaan dalam konsep ini, mengacu kepada terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan. Pemerintahan yang baik, yang bersifat transparan dan terbuka ini, tentunya akan memberikan informasi data yang memadai bagi masyarakat sebagai bahan untuk melakukan penilaian atas jalannya pemerintahan.

Keempat, aturan hukum. Prinsip rule of law di sini, diartikan bahwa good governance mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh. Implementasinya berarti setiap kebijaksanaan dan peraturan perundang-undangan harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan prosedur baku yang sudah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum. Sehingga masyarakat pun memiliki kesempatan untuk mengevaluasinya.

Apabila Pemda Kab. Bandung dan jajarannya mampu mengimplementasikan keempat karakteristik tersebut, maka cita-cita mewujudkan pemerintahan yang baik dan berwibawa dapat segera tercapai. Wallahu’alam bisawab.****

Penulis adalah pemerhati masalah lingkungan-sosial, Email: reusenews@yahoo.com.

Arda Dinata adalah pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia,
http://www.miqra.blogspot.com.


WWW.ARDADINATA.COM