- / / : 081284826829

Penyakit, Musibah dan Perahu Kesabaran

Oleh: ARDA DINATA



Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa inna Ilaihi raji’un (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. (QS. Al-Baqarah: 155-156)

BERBAGAI penyakit terkait dengan kondisi kesehatan lingkungan yang rendah, dewasa ini masih mendera masyarakat Indonesia, seperti malaria, demam berdarah dengue (DBD), kusta, filariasis, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan lainnya. Kondisi rendahnya kualitas kesehatan lingkungan itu, tidak saja mendatangkan jatuhnya banyak korban karena serangan penyakit tersebut, tapi bahkan telah mendatangkan (musibah) bencana alam (seperti longsor, banjir, pencemaran lingkungan, dll).



Adanya fenomena alam seperti itu, kita selaku umat beragama tentu harus merenungi, sikapi dan maknai secara benar. Ada hikmah apa dibalik segala “musibah” dan kejadian tersebut. sehingga dengan pola pikir seperti ini, kita dapat berbuat lebih baik lagi dan menyikapi alam semesta ini dengan benar lagi bijaksana.

Berbicara musibah, dalam khazanah keilmuan Islam disebutkan kalau musibah itu sebenarnya ada dua macam. Pertama, musibah yang di luar pilihan manusia. Contohnya adanya penyakit yang menimpa seseorang atau terjadinya kefakiran. Sedangkan terkait posisi manusia dalam menghadapi musibah macam ini, Dr. Akrim Ridha membaginya menjadi empat macam. (1) Ada manusia yang lemah sehingga ia tampak gundah dan sedih, serta ia suka mengaduh dan sedih, serta ia suka mengaduh bahkan merasa tidak suka atau benci; (2) ada yang sabar; (3) yang lebih tinggi dari bersabar adalah ridha atau menerima; (4) bahkan ada juga yang syukur, dan ini merupakan makom (kedudukan) yang paling tinggi.

Kategori musibah kedua, adalah musibah yang mengenai seseorang karena perlakuan orang lain. Contohnya perbuatan zalim, merampas harta, atau mencela. Sementara itu, terkait kedudukan manusia ketika menghadapi musibah kategori ini, dalam bahasa Akrim Ridha, selain kedudukan seperti kategori sebelumnya, juga ditambah dengan kedudukan berikut: (1) memaafkan; (2) kalbunya bersih dari keinginan balas dendam; (3) berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya; (4) berusaha untuk menghadapi pelbagai aspek yang menjadi sebab timbulnya musibah dan menghilangkannya, di samping berusaha maksimal untuk bangkit dari keterpurukan dan kegagalan. Terkait dengan hal itu, pantas saja para psikolog berkata: ”Keluh kesah (gundah) itu karib dan saudaranya sikap lemah (loyo), sedangkan sabar itu saudara kandung dan sahabat terdekatnya kecerdasan dan akal.”

* *

SESUNGGUHNYA kalau kita mau jujur, kedudukan “berusaha” dalam menghadapi segala kejadian dalam hidup manusia (terjadi penyakit, musibah, dll.) merupakan sikap yang harus tertanam dalam tindakan hidup seorang muslim. Sebab, makom “berusaha” inilah yang menghimpun semua makom atau posisi-posisi sebelumnya serta berlaku dan berguna untuk semuanya, bahkan semua posisi itu ditentukan oleh adanya usaha.

Pada tataran berusaha inilah, manusia harus dibekali dengan “perahu kesabaran”. Kata sabar itu sendiri berasal dari bahasa Arab shabara. Huruf yang membentuknya, yaitu shad, ba’, dan ra’. Adapun makna asalnya berarti berusaha menahan diri dan melatihnya. Dalam hal ini, Ibn Al Qayyim menyatakan: “Dalam kata sabar itu dikandung tiga makna, yaitu menahan, tegar, dan menggabungkan.”

Dengan demikian, sabar bagi manusia bukan berarti pasrah. Sabar adalah kegigihan kita untuk tetap berpegang teguh kepada ketetapan Allah. Kata lainnya, kesabaran itu merupakan proses aktif, gabungan antara ridha dan ikhtiar. Jadi, kesabaran bukan proses diam dan pasif, melainkan proses aktif baik akal, tubuh dan iman dalam hati manusia. Justru, dari musibah yang disikapi dengan sabarlah akan lahir rahmat dan tuntunan dari Allah.

Lebih jauh lagi diungkapkan dalam kamus bahasa Arab, makna kesabaran itu ada tiga. (1) Sabar adalah al man’u wa al habsu, mencegah dan menahan. Yakni mencegah jiwa supaya tidak gundah, dan menahan lidah supaya tidak suka mengadu. (2) Sabar berarti tegar dan kuat. Shubru, di mana kata shad­-nya didammahkan, berarti tanah yang sangat tegar dan subur. Obat yang dikenal sangat pahit disebut shabir, sedangkan pohonnya adalah shabar. Seorang penyair pernah mengatakan: “Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya tetapi akibatnya lebih manis dari madu.”

(3) Ash-shabr, juga berarti al jam’u wa al dhamm. Artinya menghimpun dan menggabungkan. Arti lainnya, orang yang bersabar adalah orang yang mampu untuk menghimpun potensi dirinya, sehingga tidak gampang sedih dan keluh kesah.

Secara demikian, betapa pentingnya kesabaran dalam hidup manusia. Adapun langkah strategis yang akan membantu kesabaran itu, kata Ibn Al Qayyim, tiang penyangganya adalah ilmu dan amal. Ilmu adalah pengenal terhadap segala akibat dari berbagai hal bila dilakukan dan menimbang kelebihannya bila ditinggalkan. Sedangkan amal adalah keinginan kuat atau ambisi yang benar dan semangat yang tinggi.

Terkait dengan kesabaran tersebut, almarhum Prof. KH. Anwar Musaddad, pernah menulis bahwa wilayah sabar itu ada empat, yaitu (1) dalam taat –lakukanlah--; (2) dalam maksiat –jauhilah--; (3) menghadapi musibah –tahanlah dirimu dan terimalah itu sebagai ujian dari Allah--; dan (4) sabar dalam berjihad.

Akhirnya, harus kita tanamkan bahwa “perahu kesabaran” itu bukanlah suatu kehinaan dan bukan pula ridha dengan kezaliman. Justru, sesungguhnya kesabaran itu merupakan suatu potensi yang memberikan dorongan kuat untuk mengembalikan kebenaran dan melakukan usaha untuk mendapatkan kemuliaan dan derajat yang tinggi. Mudah-mudahan kita semua dikaruniai nikmatnya bersabar. Amin. Wallahu a’lam.***


Penulis Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.

http://www.miqra.blogspot.com
WWW.ARDADINATA.COM